Foto: Google
Perjalanan
menuju “sarjana” benar-benar terjal. Ada saja “musuh-musuh” yang menghampiri.
Tapi saya ini kan jagoan, jadi musuh-musuh pasti sukses terlibas (ya walaupun
sampai berjuang berdarah-darah untuk menumpas musuh).
Tak
hanya terjal, perjalanan ini juga membuat saya menjadi mandiri, sungguh. Selama
hampir 4 tahun kuliah, di titik inilah saya merasa benar-benar hebat. Hebat
dalam artian, saya mampu melakukan sesuatu yang saya pikir saya tidak mampu,
tapi nyatanya saya mampu.
Perlahan
saya mulai mencoba untuk tidak merepotkan orang lain. Bukan karena saya sudah
mampu untuk berdiri sendiri. Namun saya sadar, orang lain tidak selalu ada
untuk kita. Tidak ada kepastian, kapan dia berada di pihakmu.
Di
usia kepala 2, saya akhirnya percaya, jika menggantungkan sesuatu kepada
manusia maka kecewa yang didapat. Saya percaya, karena saya sering
merasakannya. Nelangsa memang jika kecewa itu berasal dari orang yang kita
anggap dekat.
Tapi ya beginilah hidup. Ada pahit, asam,
manis, asin. Sepertinya saya saja yang terlalu egois menganggap semua rasa itu
sama. Padahal realitasnya?
Saya
bukan seorang Buddhis, tapi saya percaya akan hukum karma. Karma itu ada! Saya
mengecewakan orang, lalu saya dikecewakan, dan orang yang mengecewakan saya
akan kecewa juga.
Apakah
saya menyalahkan mereka yang telah mengecewakan saya? NO! saya yang terlalu
manja, dan mereka juga tidak pernah berniat dan berjanji untuk “membahagiakan”
saya.
Eh
ini bukan soal asmara ya. Sudah lama saya tidak pernah galau karena asmara.
Bagi saya “bermasalah” dengan orang dekat (dalam hal ini; teman, sahabat;
keluarga), lebih membikin hati berantakan daripada perkara asmara.
Kini
saya mengerti. Pada akhirnya, saya harus berjuang sendiri. Semua harus berjuang
sendiri.
ASUdahlah . .
Kartika
Yang lagi kecewa sama “teman”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar