Sabtu, 18 September 2021

Selamat 25 Tahun, Kartika



sumber foto: https://expertphotography.b-cdn.net/wp-content/uploads/2019/03/Chocolate-Cake-Darina-Kopcok-Expert-Phtography.jpg

Sepuluh menit sebelum tanggal 19 September 2021

Aku terbangun karena suara alarm yang kusetel sebelumnya. Norak memang, cuma aku ingin terjaga menyaksikan pergantian hari. Dan menunggu juga siapa yang menjadi orang pertama (Ya walaupun aku udah feeling banget kalo si doi yang bakal ngucapin pertama)


00:00 WIB, 19 September 2021

Ia menghubungiku via video call WA, mengatakan “Selamat ulang tahun” dengan senyum manis. Oh jangan lupakan mata mengantuknya. Hehe sorry sayang, waktu tidurmu terinterupsi dengan agenda lain.

Lalu sekitar dua jam berlalu dengan percakapan di antara kami. Percakapan yang diiringi dengan senyum bahagia dariku. Yaampun aku jadi malu, senyum-senyum terus sepanjang obrolan. Sampai-sampai ia menggodaku karena terus tersenyum.


07:30 WIB, 19 September 2021

Kanjeng father alias Bapakku mengirim ucapan via WA. Isinya ya mainstream seperti ucapan orangtua kepada anaknya. Jaga kesehatan, jaga diri, jangan lupa sholat, jangan malu-maluin keluarga.


08:02 WIB, 19 September 2021

Nggak kuduga, salah satu adik juniorku memberi ucapan juga via WA. Kami memang dekat, tapi aku tetap tak menyangka dia ingat hari lahirku. Apalagi pas dia ulangtahun, aku telat sehat memberi ucapan.


09:02 WIB, 19 September 2021

Adikku mengirim video ucapan ultah. Di video itu ada dia (adik perempuanku), adik laki-lakiku, nenek dan Bapak. Minus ibu karena ia sudah pergi agenda pe-rewangan.

Video itu seketika menciptakan rasa nano-nano. Sedih, kangen keluarga, tapi juga pengen ngakak gara-gara ucapan mereka yang begitu formal. Ala-ala pejabat yang lagi ngucapin selamat lebaran.


21:18 WIB, 19 September 2021

Di malam hari, aku dan ibu vc-an. Kali pertama kuangkat panggilan video, ia langsung menangis terisak karena rindu sekaligus sedih tidak bisa mengucapkan sedari awal.

Ia juga mengatakan, jarinya kenak parang ketika rewang. Tidak fokus karena ingin cepat-cepat menghubungiku.

Duh ibuuuu, kan jadi pengen nangis juga dakuuu.

Kami ngobrol cukup lama. Menceritakan perkara ngalur ngidul, ngetan ngulon.

 

Daaannn,

Begitulah 19 September 2021 berlalu. Tanpa kue, lilin dan peryaan lainnya. Hanya ada doa dan ucapan dari dia, teman dan keluargaku. Tapi itu nggak masalah, itu sudah lebih dari yang kuingkan. Lagipula aku juga nggak pernah ngucapin ultah temen lain, jadi ya wajar aja kalo mereka nggak ngucapin kembali. Toh mereka juga nggak tahu kalo aku lagi ulangtahun, kan emang nggak kupublish ke mana-mana.

Akhir kata, aku, Kartika hanya bisa mengucapkan selamat menempuh umur baru untuk diri sendiri. Semoga selamat sampai tujuan xoxoxoxoxoxo

Terima kasih semuanya :) 


Kamis, 09 September 2021

Menjelang Seperempat Abad; Nggak Boleh Egois



sumber foto: https://wallpapersafari.com/cool-anime-landscape-wallpapers/

Kurang beberapa hari dari sekarang, jika semesta masih berkenan, umurku akan berlabuh di angka 25. Angka di mana katanya seseorang memasuki masa awal beranjak dewasa. Masa di mana seharusnya sudah mempunyai pencapaian gemilang nan membanggakan.

Ntahlah, bagiku tak ada bedanya setiap perlintasan umur yang kulalui. Aku masih merasa monoton dan statis. Aku masih gampang marah, tersinggung, baper, dan cemburu dengan hal-hal yang bagi orang dianggap tidak penting.

Sifat yang melekat di ragaku saat ini, benar-benar sangat jauh dari kriteria manusia dewasa. Mungkin hanya umur dan fisikku saja yang kian menua, tapi mentalku masih di fase remaja labil – atau bahkan anak-anak.

Dari Januari hingga Agustus, banyak sekali moment-moment yang kualami. Beraneka kejadian dan juga pengalaman yang membuat mentalku kalang kabut mengahadapinya.

Ada momen manis, sangat manis yang membuatku ingin menangis karena aku merasa ini tidak nyata. Amarah dan resah yang juga turut serta. Frustrasi dan kekecewaan yang menyebabkan aku ingin “menjedot-jedotkan” kepalaku di dinding. Tak lupa tangisan pengantar tidur yang selalu terjadi setiap keinginanku ingkar janji.

Semua rasa itu kemudian berakhir dengan sebuah refleksi. Refleksi perasaan, aku menyebutnya. Aku bertanya-tanya kepada diriku sendiri sampai kapan aku akan menjadi seseorang dengan versi seperti ini? Kapan aku akan berubah menjadi seseorang yang menyenangkan dan bisa dibanggakan? Kapan aku bisa menjadi pendengar yang baik? Kapan aku bisa mengerti orang lain? Kapan? Kapan? Kapan? 

Ada yang Baru loh Gaesss

Pada Suatu Sore

Tulisan Paling Eksis