Saat
aku 5 tahun, ia berlalu
Sungguh
aku masih hijau
Tak
paham makna kehilangan.
Lalu
di perjalanan waktu, aku insaf
Dunia
tidaklah setenang yang kupikirkan
Aku
menyerah pada kenyataan
Bahwa;ada
banyak hal menyakitkan di dunia ini.
Pada
suatu takdir, ada saatnya aku bertemu kehilangan
Aku
mengerti maknanya
Aku
tabah rasanya
Tak
dipungkiri, aku sulit berlapang dada.
Menghampiri
pula masa aku berkenalan dengan kehilangan abadi
Mengikhlaskan
apapun itu yang entah bagaimana esoknya
Rekan,
keluarga, sahabat, pujaan mendahului untuk tenang di sana
Di
manapun itu, aku pasti akan menyusul.
Rindu,
airmata dan luka itu setia
Mau
tak mau harus diterima
Memangnya
ada pilihan?
Kembali
ke ia, yang paling kucinta di antara pria-pria Britania Raya lainnya
Si
pendiam
Paling
muda
Sangat
menghargai kaum Hawa.
Sama
sepertiku, ia pun pernah terluka karena asmara
Ntah
bisa apa, melihat cinta dalam hidupmu, memilih berkelana dalam hidupnya
Saat
kau memasrahkan semestamu kepadanya, ia justru mengikat janji dengan semesta
yang lain
Ahh
takdir punya humor yang aneh barangkali.
Seterluka
bagaimana pun, ikhlas adalah jalan yang ia pilih
Ikhlas
merelakan yang tak terelakan
Ya
itulah yang ia pahami: Merelakan seseorang yang tidak diperuntukkan untuk kita
adalah tindakan benar.
Hidup
dan resiko berkerabat dekat
Setidaknya
itu yang kupelajari darinya
Saat
mereka, kita, sudah tak hendak sepaham
Berteriak
lalu lari ke jalan masing-masing
Ya,
jalanmu bukan jalanku, bukan jalannya. Harus bagaimana?
Apalagi
kalau bukan tetap melanjutkan hidup.
Bumi
masih berotasi pada porosnya
Masih
ada gitar yang mencoba riang
Mari
bernyanyi menuju-Nya, katanya pada saat itu.
16
tahun yang lalu, ia berpulang
Asap
tembakau yang terkutuk, ikut andil
Abunya
disebarkan di Sungai Gangga
Lalu
bersama arus
Lalu mewariskan kerinduan.
Lalu mewariskan kerinduan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar