Minggu, 06 Agustus 2017

Cerita Pada Sebuah Siklus (Senyum, Halo, dan George Harrison)




Saat aku 5 tahun, ia berlalu
Sungguh aku masih hijau
Tak paham makna kehilangan.

Lalu di perjalanan waktu, aku insaf
Dunia tidaklah setenang yang kupikirkan
Aku menyerah pada kenyataan
Bahwa;ada banyak hal menyakitkan di dunia ini.

Pada suatu takdir, ada saatnya aku bertemu kehilangan
Aku mengerti maknanya
Aku tabah rasanya
Tak dipungkiri, aku sulit berlapang dada.

Menghampiri pula masa aku berkenalan dengan kehilangan abadi
Mengikhlaskan apapun itu yang entah bagaimana esoknya
Rekan, keluarga, sahabat, pujaan mendahului untuk tenang di sana
Di manapun itu, aku pasti akan menyusul.

Rindu, airmata dan luka itu setia
Mau tak mau harus diterima
Memangnya ada pilihan?

Kembali ke ia, yang paling kucinta di antara pria-pria Britania Raya lainnya
Si pendiam
Paling muda
Sangat menghargai kaum Hawa.

Sama sepertiku, ia pun pernah terluka karena asmara
Ntah bisa apa, melihat cinta dalam hidupmu, memilih berkelana dalam hidupnya
Saat kau memasrahkan semestamu kepadanya, ia justru mengikat janji dengan semesta yang lain
Ahh takdir punya humor yang aneh barangkali.

Seterluka bagaimana pun, ikhlas adalah jalan yang ia pilih
Ikhlas merelakan yang tak terelakan
Ya itulah yang ia pahami: Merelakan seseorang yang tidak diperuntukkan untuk kita adalah tindakan benar.

Hidup dan resiko berkerabat dekat
Setidaknya itu yang kupelajari darinya
Saat mereka, kita, sudah tak hendak sepaham
Berteriak lalu lari ke jalan masing-masing
Ya, jalanmu bukan jalanku, bukan jalannya. Harus bagaimana?
Apalagi kalau bukan tetap melanjutkan hidup.

Bumi masih berotasi pada porosnya
Masih ada gitar yang mencoba riang
Mari bernyanyi menuju-Nya, katanya pada saat itu.

16 tahun yang lalu, ia berpulang
Asap tembakau yang terkutuk, ikut andil
Abunya disebarkan di Sungai Gangga
Lalu bersama arus
Lalu mewariskan kerinduan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada yang Baru loh Gaesss

Pada Suatu Sore

Tulisan Paling Eksis