Kalau boleh memilih, aku ingin hidup
di kosan saja. 24 jam di kosan dan hanya keluar untuk bertemu kurir dan juga
membeli kebutuhan yang tidak bisa dibeli secara daring.
Toh aku sudah berpengalaman dalam hal
mengurung diri di kosan.
Menjadi kaum rebahan sepertinya
pilihan bijak daripada harus menyaksikan kisah pedih di bumi.
Kamu tahu, hatiku selalu ngiluh
setiap melihat pejuang kehidupan di luar sana.
Bapak-bapak tua penjual koran di
lampu merah. Seorang Ibu dan anak dengan gerobak sampah di sebelahnya. Penjual
sate yang ketiduran, menunggu pembeli. Tukang kembang tahu yang harus berjalan
puluhan kilometer. Tukang batagor dan sol sepatu yang melamun sedih. Tukang
ojek pangkalan dan online yang sama-sama kelelahan menunggu orderan.
Sebenarnya masih banyak lagi
mereka-mereka yang membuat hatiku pilu. Tercubit. Dan bagian yang paling
menyedihkan: aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Kalau aku mampu, ingin kuminimalisir
beban mereka. Namun aku terlalu dihadapkan dengan kondisi lain. Kebutuhan
pribadi, orangtua, dan tabungan.
Malu rasanya semua hanya sebatas
empati tanpa ada aksi dariku. Tapi bagaimana? Aku tidak bisa mewujudkan
semua keinginanku.
Dari hati yang terdalam, aku berdoa
semoga mereka yang tengah berjalan, selalu dikuatkan dan dimudahkan oleh
Tuhan. Semoga rezeki yang didapat juga berkah dan bisa bermanfaat bagi
mereka dan keluarga.
Sungguh aku ingin melakukan tindakan.
Tidak sebatas mendokan. Ya Tuhan, semoga ada jalan.