Sabtu, 28 Oktober 2017

Mencoba Menjadi Masokis untuk Melawan Sakit Gigi




"Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati."
Beberapa tahun silam, Almarhum Meggy Z berkata seperti itu dalam lagunya. Sungguh, itu bukan aku sekali. Daripada sakit gigi aku lebih memilih nonton drama Korea sampai ratusan episode. Sakit gigi itu sakit (yaiyalah).
Alkisah, aku baru saja membeli sebungkus permen. Dan rakusnya, permen dalam jumlah banyak itu langsung aku habiskan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Sampai di sini, kalian sudah tahu lah gimana kelangsungan hidupku kelak.
Kekalap-anku memakan permen tidak langsung berefek seketika. Aku masih diberikan waktu untuk menikmati indahnya dunia. Tapi . . Tengah malam semua berubah. Negara api menyerang. Kenapa gigiku cenat cenut tiap ada kamu (?).
Rasa manis berlebihan yang kukonsumi menjalar ke gigi gerahamku. Menimbulkan rasa cenat cenut yang tak enak sekali. Ciyuz deh, cenat cenut sakit gigi tak senikmat cenat cenut jatuh cinta.
Tengah malam bukanlah waktu yang tepat untuk menjadi seorang pesakitan. Kucoba berfikir menyelesaikan cobaan ini. Sialnya obat gigi yang kupunya sudah kadaluwarsa semua. Kalau tetap nekad kukonsumsi aku bisa sembuh. Sembuh selamanya.
Mau beli obat di luar jelas tidak mungkin. Ini tengah malam menuju dini hari. Bisa-bisa aku dikarungi oleh Om-om. Toh warung di sekitar kos-ku juga sudah pada tutup. Ya sudah kutahan saja rasa sakit yang kian mendera, sambil berikhtiar waktu lekas berlalu.
Aku sempat terpejam sejenak. Ya benar-benar sejenak, karena ngilu ini berhasil membangunkanku. Akhirnya aku mencoba metode penyembuhan dari dalam. Maksudku, melalui sugesti.
Aku mendoktrin diriku, bahwa aku seorang masokis. Tahan segala jenis sakit. Makin sakit makin puas. Sakit membuat bahagia. Sakit itu berkah. Beberapa menit aku memprospek diriku, dan mencoba kembali tidur agar bisa mimpi indah bertemu Lee Min Ho.
Nyatanya ini semua gagal total. Teknik doktrin diri sendiri, tidak manjur sama sekali.
Aku bukan seorang masokis. Bagiku sakit ya sakit. Tidak membuat puas, tapi membuat menderita. Sakit bukan sesuatu untuk dinikmati tetapi harus diobati. Ya diobati!
Apa yang terjadi terjadilah. Di tengah malam aku sibuk merebus air. Setelah hangat-hangat kuku, air tersebut ditambah garam lalu kugunakan untuk berkumur-kumur. Hasilnya, lumayan meredakan nyeri dan bisa membuatku tidur.
Overall, kalian tentu bisa mengambil pelajaran dari kisah penuh cenat-cenutku ini. Jangan makan permen kebanyakan! Tidak hanya permen sih, segala sesuatu yang berlebihan tentu tak baik. Begitu pun dengan cinta, kalau kata Freddie Mercury,"Too much love will kill you."
Hidup juga jangan kebanyakan mikir. Maksudku, berpikir itu perlu tapi realisasi juga perlu. You need real action (benar gitu ya tulisannya?). Sampeyan bukan Socrates, yang hasil mikirnya dipelajari dan menjadi rujukan banyak orang.
Terakhir sekaligus terpenting. Tidak usahlah menjadi seorang masokis.

Selasa, 24 Oktober 2017

Proposal Skripsi Hukum Internasional (Tugas Hukum Transaksi Internasional)




PROPOSAL SKRIPSI
    A.    Latar Belakang Masalah
Pemerintah Indonesia tengah gencar melakukan promosi kepada investor asing  untuk menanamkan modalnya di Indonesia, hukum penanaman modal asing di Indonesia masih diliputi oleh perdebatan krusial terkait arah kebijakan penanaman modal asing sebagai bagian dari kebijakan perekonomian nasional. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dinilai oleh berbagai golongan sebagai produk hukum yang sangat kental dengan nuansa kapitalisme dan liberalisme yang tidak sejalan dengan hukum dasar perekonomian nasional. Perekonomian global menuntut adanya sikap keterbukaan Indonesia terhadap pihak asing dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam kebijakan penanaman modal. Di sisi lain, kepentingan dan kedaulatan ekonomi nasional harus menjadi tumpuan utama dalam setiap kebijakan di bidang perekonomian. Untuk menemukan jalan keluar atas polemik ini, kebijakan penanaman modal asing di Indonesia tentunya harus dikembalikan kepada hukum dasar (grundnorm) perekonomian nasional sebagaimana digariskan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 33 UUD RI Tahun 1945 memiliki tujuan yang ideal untuk memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan kedaulatan ekonomi nasional.
Pada umumnya, negara berkembang meyakini penanaman modal sebagai suatu keniscayaan karena penanaman modal merupakan salah satu motor penggerak roda ekonomi agar suatu negara dapat mendorong perkembangan ekonominya selaras dengan tuntutan perkembangan masyarakatnya. Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya.[1]
Menarik investasi sebanyak mungkin ke dalam suatu negara didasarkan pada suatu mitos yang menyatakan bahwa untuk menjadi suatu negara yang makmur, pembangunan nasional harus diarahkan ke bidang industri. Untuk mengarah ke sana, sejak awal negara-negara tersebut dihadapkan kepada permasalahan minimnya modal dan teknologi yang merupakan elemen dasar dalam menuju industrialisasi. Jalan yang ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengundang masuknya modal asing dari negara-negara maju ke dalam negeri.[2]
Sejalan dengan itu, penghimpunan dana pembangunan perekonomian melalui pelaksanaan penanaman modal asing dipercaya sebagai pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan penghimpunan dana internasional lainnya seperti pinjaman luar negeri.[3].
Dari sudut pandang ini jelas bahwa pelaksanaan penanaman modal asing merupakan suatu keniscayaan bagi negara berkembang seperti Indonesia dan memiliki tujuan yang mulia dalam kehidupan bernegara sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dari sudut pandang yang berbeda, penanaman modal asing justru  merupakan ancaman yang serius bagi perekonomian negara berkembang dan terbelakang.
Perbedaan Pandangan atas arah kebijakan penanaman modal asing bukanlah merupakan hal yang baru melainkan sudah membentuk suatu polemik sejak masa awal kemerdekaan. Perdebatan seputar benturan antara kepentingan nasional dan investor asing dalam kegiatan penanaman modal asing merupakan masalah klasik yang sejak dulu sampai saat ini selalu menjadi kajian yang menarik. Dalam lintasan sejarah, masalah penanaman modal asing menjadi salah satu topik utama dalam penentuan arah kebijakan pembangunan ekonomi pasca kemerdekaan.
Trade-Related Investment Measures (TRIMs) merupakan perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut atau berkaitan dengan perdagangan dan sebagai salah satu kesepakatan dalam konvensi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kesepakatan TRIMs dimaksudkan untuk mengurangi atau menghapus kegiatan perdagangan dan meningkatkan kebebasan kegiatan investasi antar negara. Tujuan utama TRIMs adalah untuk menyatukan kebijakan dari negara-negara anggota dalam hubungannya dengan investasi asing dan mencegah proteksi perdagangan sesuai dengan prinsip-prinsip GATT (General Agreement on Tariffs and Trade). Pertimbangan-pertimbangan tersebut menjadi dasar perundingan yang mengarahkan negara-negara penerima modal mengatur investasi asing di negara tersebut. TRIMs melarang pengaturan-pengaturan penanaman modal asing yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip GATT 1994, sebagai instrumen untuk membatasi penanaman modal asing, namun ada pengecualian-pengecualian tertentu asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu juga
World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangan di negaranya masing-masing. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan. Pemerintah Indonesia merupakan salah satu negara pendiri Word Trade Organization (WTO) dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Oleh sebab itu, apapun alasannya, cepat atau lambat, kebijakan-kebijakan investasi di Indonesia harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dalam Konvensi Organisasi Perdagangan Dunia tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat suatu karya ilmiah berebentuk skripsi yang berjudul Harmonisasi Pengaturan Perdagangan di Bidang Penanaman Modal Asing Ditinjau dari Trade Related Investment Measures dan Peraturan Perundangan di Indonesia”.
   B.     Rumusan Masalah
a.       Apakah peraturan perundang-undangan di Indonesia di bidang penanaman modal asing telah selaras dengan Trade Related Ivestment Measures?
  C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah peraturan perundang-undangan di Indonesia di bidang penanaman modal asing telah selaras dengan Trade Related Ivestment Measures.
2.      Manfaat Penelitian
a.  Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pendapat atau manfaat bagi pengembangan hukum di Indonesia yang berkenaan dengan pengaturan penanaman modal asing.
b.  Manfaat secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi alternatif pemecahan masalah yang timbul dewasa ini, berkaitan dengan pengaturan perlindungan di bidang penanaman modal asing, kepada pihak pemerintah Indonesia, investor dan pihak lainnya.
    D.    Kerangka Konseptual
Guna memahami maksud yang terkandung dalam penulisan skripsi, perlu diketahui pengertian berikut ini:
1.      Harmonisasi
Harmonisasi dalam hukum adalah mencakup penyesuaian peraturan perundang-undangan, keputusan pemerintah, keputusan hakim, sistem hukum dan asas-asas hukum dengan tujuan peningakatan kesatuan hukum, kepastian hukum, keadilan dan kesebandingan, kegunaan dan kejelasan hukum, tanpa mengaburkan dan mengorbankan pluralisme  hukum.[4]
Tanpa adanya harmonisasi sistem hukum, akan memunculkan keadaan tidak dapat menjamin kepastian hukum yang dapat menimbulkan gangguan dalam kehidupan bermasyarakat, ketidaktertiban dan rasa tidak dilindungi. Dalam perspektif demikian masalah kepastian hukum akan dirasakan sebagai kebutuhan yang hanya dapat terwujud melalui harmonisasi sistem hukum.[5]
2.      Modal Asing
Pengertian Penanaman Modal Asing pada UU PMA lama, didefinisikan sebagai direct investment. Dalam Undang-undang No 25 Tahun 2007 modal asing tidak hanya diartikan direct invesment, tetapi juga meliputi pembelian saham (portopolio). Dengan demikian pintu masuk penanaman modal asing lebih diperluas dalam Undang-undang No 25 Tahun 2007.
3.      Trade-Related Investment Measures (TRIMs)
TRIMs adalah perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut atau berkaitan dengan perdagangan. Kesepakatan TRIMs dimaksudkan untuk mengurangi atau menghapus kegiatan perdagangan dan meningkatkan kebebasan kegiatan investasi. TRIMs merupakan isu baru dalam WTO.[6]
Dalam perjanjian yang akhirnya disetujui dalam perjanjian Uruguay Round. Hal pokok yang menjadi hasil perjanjian di bidang TRIMs adalah penekanan kembali tentang ketentuan GATT yang melarang adanya “local content requirement dan trade balancing”
Di samping itu hal-hal yang harus diperhatikan dalam TRIMs antara lain:
1. Para penandatangan persetujuan (contracting parties), dalam waktu 90 hari sejak berlakunya persetujuan WTO harus menotifikasi semua TRIMs yang diterapkan dan dinilai dapat menghambat dan mengganggu jalannya perdagangan bebas
2. Semua TRIMs yang telah dinotifikasikan tersebut harus dihapuskan dalam waktu dua tahun sejak berlakunya Persetujuan WTO bagi negara maju, lima tahun bagi negara-negara berkembang, dan tujuh tahun bagi Negara-negara berkembang terbelakang
3. TRIMs yang penetapannya kurang dari 180 hari sejak berlakunya Persetujuan WTO, tidak mendapat masa transisi
4. Atas permintaan sesuatu negara berkembang dan negara berkembang paling terbelakang dapat meng-ajukan perpanjangan masa transisi atas aspek-aspek TRIMs yang belum terselesaikan selama masa transi-si, dengan disertai uraian kesulitan-kesulitan yang di-alami, terutama yang berkaitan dengan masalah perdagangan, neraca pembayaran dan tingkat kema-juan pembangunan yang sudah dicapai.
5. Suatu komite TRIMs akan dibentuk, yang bertugas untuk memantau pelaksanaan dari ke-tentuan-ketentuan Persetujuan ini
6. Dalam jangka waktu tidak lebih dari lima tahun sejak berlakunya persetujuan WTO, Council for Trade in Goods harus mengevaluasi pelaksana-an persetujuan ini dan apabila perlu mengajukan usul perubahan Per-setujuan TRIMs ke pertemuan Tingkat Menteri, termasuk kemungkinan melengkapinya dengan ketentuan tentang investment policy and competition policy.
   E.     Landasan Teori
Para sarjana mengemukakan beberapa teori untuk menerangkan dasar  pengikat berlakunya hukum internasional di lingkungan masyarakat dunia. Di antara beberapa teori yang ada adalah:
1. Teori Hukum Alam (National Law) Menurut para penganut ajaran hukum ini, Hukum Internasional itu mengikat karena yaitu tidak lain daripada Hukum Alam yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Dengan kata lain negara terikat pada hukum internasional dalam hubungan antara mereka satu sama lain, karena hukum intenasional itu merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam.[7] Tokohnya antara lain : Hugo Grotius dan Emmerich Vattel.
2. Teori yang mengatakan bahwa Hukum Internasional tidak lain daripada Hukum Tata Negara yang mengatur hubungan luar suatu negara. Hukum Internasional bukan sesuatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat di luar kemauan negara. Tokohnya yaitu Hegel, George Jellineck, dan Zorn.
3. Teori yang menyandarkan kekuatan mengikat Hukum Internasional pada kemauan bersama. Hukum Internasional itu mengikat bagi negara, bukan karena kehendak mereka satu-persatu untuk terikat, melainkan karena adanya suatu kehendak bersama yang lebih tinggi dari kehendak masing-masing negara untuk tunduk pada Hukum Internasional. Teori ini disebut juga sebagai “Verein Barung Theory”. Tokohnya yang terkenal yaitu Triepel.
4. Teori yang mendasarkan asas Pacta Sunt Servanda sebagai kaidah dasar Hukum Internasional. Teori ini bertolak dari ajaran Mahzab Wina yang mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu kaidah dasar, memang dapat menerangkan secara logis darimana kaidah Hukum Internasional itu memperoleh kekuatan mengikatnya, tetapi ajaran ini tidak dapat menerangkan mengapa kaidah dasar itu sendiri mengikat. Tokohnya yaitu Kelsen.
5. Teori yang berdasarkan kekuatan mengikat Hukum Internasional pada faktor biologis, sosial, dan sejarah kehidupan manusia yang dinamakan “fakta-fakta kemasyarakatan”. Menurut teori ini dasar kekuatan mengikat Hukum Internasional terdapat dalam kenyataan sosial bahwa mengikatnya hukum ini mutlak perlu untuk dapat terpenuhinya kebutuhan bangsa untuk hidup bermasyarakat. Teori ini berdasarkan daripada Mahzab Perancis dengan tokoh-tokohnya yaitu, Fauchile, Scelle, dan Duguit
Faktor pengikat non-mateiil lainnya adalah adanya kesamaan asas-asas hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini, betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa. Asas-asas pokok hukum yang bersamaan ini yang dalam ajaran mengenai sumber hukum formil dikenal dengan asas-asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab merupakan penjelmaan dari hukum alami (naturrecht).
Dalam penulisan skripsi ini, teori daya mengikat Hukum Internasional yang digunakan adalah teori yang mendasarkan asas Pacta Sunt Servanda sebagai kaidah dasar Hukum Internasional. Asas ini tertuang dalam Pasal 26 Konvensi Wina Tahun 1969 yang menyatakan bahwa setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
   F.     Metode Penelitian
Dalam penulisan ini metode yang  digunakan adalah:
1.      Spesifikasi Penelitian
Dalam penulisan ini menggunakan spesifikasi penulisan deskriptif analitis, yaitu penulisan yang menggambarkan dan menganalisa secara rinci mengenai objek yang diteliti, dalam hal ini adalah mengenai Harmonisasi Pengaturan Perdagangan di Bidang Penanaman Modal Asing Ditinjau Dari Trade Related Investment Measures dan Peraturan Perundangan di Indonesia
2. Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Karena penelitian ini adalah penelitian yang meneliti bahan hukum dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis berupa buku-buku, artikel, dan jurnal yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
3. Pendekatan yang Digunakan
                  Metode pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini antara lain adalah:
a. Metode pendekatan Perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang ditangani”[8], yang berkaitan dengan objek penelitian.
b. Metode pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum”[9]
4.  Pengumpulan Bahan Hukum
Penelitian ini merupakan penelitian normatif, maka penelitian ini lebih difokuskan pada penelitian kepustakaan untuk mengkaji bahan-bahan hukum yang relevan dengan objek penelitian. Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah:
a.       Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang dijadikan dasar dalam menyusun penulisan skripsi yang diambil dari kepustakaan, di antaranya:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization
3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional.
6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
b.      Bahan Hukum Sekunder
            Berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi :buku , kamus hukum, jurnal hukum dan komentar atas putusan pengadilan yang berkaitan dengan permasalahan (isu hukum) yang penulis teliti dalam proposal skripsi ini.
c.       Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang akan digunakan penulis dalam mendukung bahan hukum primer dan sekunder, yakni:
1)  Kamus Hukum.
2)  Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3)  Website dan blog dari internet yang relevan     dengan permasalahan skripsi
5.      Analisis Bahan Hukum
Analisis dilakukan dengan cara:
a.  Menilai bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang teliti.
b. Mengintepretasikan semua peraturan perundang-undangan sesuai masalah yang dibahas.
c.  Mengevaluasi perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
    G.    Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disusun dengan sistematis bab demi bab. Setiap bab merupakan bagian yang tidak terpisahkan satu sama lain. Masing-masing bab terbagi dalam sub-sub bab. Hal ini dilakukan untuk mempermudah melihat pada bab satu dengan bab lainnya. Adapun sistematika tersebut adalah sebagai berikut:
            BAB I         PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis akan mengemukakan pendahuluan yang memaparkan segala hal yang akan diuraikan dalam teks. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerang konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi ini.
            BAB II        TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penulis mengemukakan tinjauan umum tentang  penanaman modal di Indonesia, peraturan penanaman modal di Indonesia, dan relevansi Konvensi mengenai penanaman modal asing dengan peraturan yang ada di Indonesia.
            BAB III      PEMBAHASAN
Bab ini merupakan bab inti yang berupa pembahasan dari permasalahan. Membahas mengenai Harmonisasi Pengaturan Perdagangan di Bidang Penanaman Modal Asing Ditinjau Dari Trade Related Investment Measures dan Peraturan Perundangan Di Indonesia.
BAB IV          PENUTUP
Bab ini merupakan akhir dari penulisan skripsi ini. Pada bab IV ini Penulis akan mengemukakan kesimpulan yang didapat dari penelitian, kemudian berdasarkan hal tersebut penulis memberikan saran yang nantinya berkemungkinan dapat memberikan sumbangan terhadap hukum di Indonesia.











[1] Ahmad Yulianto, Peranan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam
Kegiatan Investasi, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, 2003, hlm.39.


[2] Ridwan Khairandy,Peranan Perusahaan Penanaman Modal Asing Joint Venture dalam Ahli Teknologi di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, 2003 hlm.51.


[3] Yulianto Syahyu,Pertumbuhan Investasi Asing Di Kepulauan Batam: Antara Dualisme
Kepem impinan dan Ketidakpastian Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 5, 2003, hlm.13.


[4] L.M. Gandhi, Harmonisasi Hukum Menuju Hukum Yang Responsif, Makalah, yang disampaikan pada Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap FH-UI, 1995,  dalam Moh. Hasan Wargakusumah, dkk,  1996/1997, hlm. 28-29.

[5] Kusnu Goesniadhie, Harmonisasi Hukum Dalam Persfektif perundang-undangan; Lex Specialis Suatu Masalah, JP Books, Surabaya, 2006,hlm.100.

[6] Siti Anisah, Implementasi TRIMs dalam Hukum Investasi di Indonesia, Hukum Bisnis, Vol. 22, 2005, hlm.34.

[7] Mochtar Kusumaatmadja,  Indonesia Dan Perkembangan Hukum Laut Dewasa Ini Jakarta,Departemen Luar Negeri, Badan Penelitian dan Pengembangan Masalah Luar Negeri, 1977, hlm. 33.


[8] Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 40.


[9] Ibid., hlm. 95.

DAFTAR PUSTAKA



Buku

Jahawir Thontowi dan Pranoto Iskandar. Hukum Internasional Kontemporer. Refika Aditama, Bandung, 2006.

Kusnu Goesniadhie, Harmonisasi Hukum Dalam Persfektif perundang-undangan; Lex Specialis Suatu Masalah, JP Books, Surabaya, 2006,hlm.100. 
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes. Pengantar Hukum Internasional. Cet. 2. Alumni, Bandung, 2003.

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Edisi Pertama. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005. 
Syahmin.  Hukum Perjanjian Internasional (Menurut Konvensi Wina 1969).Armico, Bandung, 1985.



Internet

Damosdumali.blogspot.com, Perjanjian Internasional. Teori, Praktek dan Statusnya Damosdumali.blogspot.com.2009/03/status-hukum-nternasional-dan_12.html?m=1,



Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara. UUD 1945.

Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Pengesahan Charter Of The            Association Of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-          Bangsa Asia Tenggara). UU Nomor 38 Tahun 2008. LNRI Nomor 165.             TLNRI Nomor 4915. 
Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Perjanjian Internasional. UU          Nomor 24 Tahun 2000. LNRI Nomor 185. TLNRI Nomor 4012.



Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Penanaman Modal Asing. UU Nomor 1 Tahun 1967. LNRI Nomor 185. TLNRI Nomor 4012.



Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Penanaman Modal. UU Nomor   25 Tahun 2007 Republik Indonesia. Undang-Undang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization. UU Nomor 7 Tahun 1994. LNRI Nomor 185. TLNRI Nomor 4012.



Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-     undangan. UU Nomor 12 Tahun 2011. LNRI Nomor 82. TLNRI Nomor 5234.



Jurnal/Makalah

Ahmad Yulianto, Peranan Multilateral Investment Guarantee Agency   (MIGA) dalam Kegiatan Investasi, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, 2003,
hlm.39.



Ridwan Khairandy,Peranan Perusahaan Penanaman Modal Asing Joint Venture

dalam Ahli Teknologi di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5,

2003 hlm.51.



Yulianto Syahyu,Pertumbuhan Investasi Asing Di Kepulauan Batam: Antara

Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum, Jurnal Hukum

Bisnis, Vol. 22, No. 5, 2003, hlm.13.



L.M. Gandhi, Harmonisasi Hukum Menuju Hukum Yang Responsif, Makalah,

yang disampaikan pada Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap FH-UI,

1995,  dalam Moh. Hasan Wargakusumah, dkk,  1996/1997, hlm. 28-29.



Siti Anisah, Implementasi TRIMs dalam Hukum Investasi di Indonesia, Hukum

Bisnis, Vol. 22, 2005, hlm.34

Ada yang Baru loh Gaesss

Pada Suatu Sore

Tulisan Paling Eksis