A. Latar Belakang Masalah
Pemerintah Indonesia tengah gencar
melakukan promosi kepada investor asing
untuk menanamkan modalnya di Indonesia, hukum penanaman modal asing di
Indonesia masih diliputi oleh perdebatan krusial terkait arah kebijakan
penanaman modal asing sebagai bagian dari kebijakan perekonomian nasional.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang telah
diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
dinilai oleh berbagai golongan sebagai produk hukum yang sangat kental dengan
nuansa kapitalisme dan liberalisme yang tidak sejalan dengan hukum dasar
perekonomian nasional. Perekonomian global menuntut adanya sikap keterbukaan
Indonesia terhadap pihak asing dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya
dalam kebijakan penanaman modal. Di sisi lain, kepentingan dan kedaulatan ekonomi
nasional harus menjadi tumpuan utama dalam setiap kebijakan di bidang
perekonomian. Untuk menemukan jalan keluar atas polemik ini, kebijakan
penanaman modal asing di Indonesia tentunya harus dikembalikan kepada hukum
dasar (grundnorm) perekonomian nasional
sebagaimana digariskan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pasal 33 UUD RI Tahun 1945 memiliki tujuan yang ideal
untuk memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan kedaulatan ekonomi nasional.
Pada umumnya, negara berkembang
meyakini penanaman modal sebagai suatu keniscayaan karena penanaman modal
merupakan salah satu motor penggerak roda ekonomi agar suatu negara dapat
mendorong perkembangan ekonominya selaras dengan tuntutan perkembangan
masyarakatnya. Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan,
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan
berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu
usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin
investasi asing masuk ke negaranya.
Menarik investasi sebanyak mungkin
ke dalam suatu negara didasarkan pada suatu mitos yang menyatakan bahwa untuk
menjadi suatu negara yang makmur, pembangunan nasional harus diarahkan ke
bidang industri. Untuk mengarah ke sana, sejak awal negara-negara tersebut
dihadapkan kepada permasalahan minimnya modal dan teknologi yang merupakan
elemen dasar dalam menuju industrialisasi. Jalan yang ditempuh untuk mengatasi
masalah tersebut adalah mengundang masuknya modal asing dari negara-negara maju
ke dalam negeri.
Sejalan dengan itu, penghimpunan
dana pembangunan perekonomian melalui pelaksanaan penanaman modal asing
dipercaya sebagai pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan penghimpunan dana
internasional lainnya seperti pinjaman luar negeri..
Dari sudut pandang ini jelas bahwa
pelaksanaan penanaman modal asing merupakan suatu keniscayaan bagi negara
berkembang seperti Indonesia dan memiliki tujuan yang mulia dalam kehidupan
bernegara sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dari sudut pandang yang berbeda, penanaman modal asing justru merupakan ancaman yang serius bagi
perekonomian negara berkembang dan terbelakang.
Perbedaan Pandangan atas arah
kebijakan penanaman modal asing bukanlah merupakan hal yang baru melainkan
sudah membentuk suatu polemik sejak masa awal kemerdekaan. Perdebatan seputar
benturan antara kepentingan nasional dan investor asing dalam kegiatan
penanaman modal asing merupakan masalah klasik yang sejak dulu sampai saat ini
selalu menjadi kajian yang menarik. Dalam lintasan sejarah, masalah penanaman
modal asing menjadi salah satu topik utama dalam penentuan arah kebijakan
pembangunan ekonomi pasca kemerdekaan.
Trade-Related Investment Measures (TRIMs)
merupakan perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut atau
berkaitan dengan perdagangan dan sebagai salah satu kesepakatan dalam konvensi
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kesepakatan TRIMs dimaksudkan untuk
mengurangi atau menghapus kegiatan perdagangan dan meningkatkan kebebasan
kegiatan investasi antar negara. Tujuan utama TRIMs adalah untuk menyatukan
kebijakan dari negara-negara anggota dalam hubungannya dengan investasi asing
dan mencegah proteksi perdagangan sesuai dengan prinsip-prinsip GATT (General
Agreement on Tariffs and Trade).
Pertimbangan-pertimbangan tersebut menjadi dasar perundingan yang mengarahkan
negara-negara penerima modal mengatur investasi asing di negara tersebut. TRIMs
melarang pengaturan-pengaturan penanaman modal asing yang tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip GATT 1994, sebagai instrumen untuk membatasi penanaman modal
asing, namun ada pengecualian-pengecualian tertentu asalkan memenuhi
syarat-syarat tertentu juga
World Trade
Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia
merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah
perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui
suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai
hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota.
Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat
pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangan di
negaranya masing-masing. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan
utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan
importir dalam kegiatan perdagangan. Pemerintah Indonesia merupakan salah satu
negara pendiri Word Trade Organization (WTO) dan telah meratifikasi Persetujuan
Pembentukan WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Oleh sebab itu,
apapun alasannya, cepat atau lambat, kebijakan-kebijakan investasi di Indonesia
harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dalam Konvensi Organisasi
Perdagangan Dunia tersebut.
Berdasarkan
latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat suatu
karya ilmiah berebentuk skripsi yang berjudul “Harmonisasi Pengaturan Perdagangan di Bidang
Penanaman Modal Asing Ditinjau dari Trade
Related Investment Measures dan Peraturan Perundangan di Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
a. Apakah
peraturan perundang-undangan di Indonesia di bidang penanaman modal asing telah
selaras dengan Trade Related Ivestment
Measures?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Penelitian
a. Untuk
mengetahui dan menganalisis apakah peraturan perundang-undangan di Indonesia di
bidang penanaman modal asing telah selaras dengan Trade Related Ivestment Measures.
2. Manfaat
Penelitian
a. Manfaat
secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan pendapat atau manfaat bagi pengembangan hukum di Indonesia
yang berkenaan dengan pengaturan penanaman modal asing.
b. Manfaat
secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi alternatif pemecahan masalah yang timbul dewasa
ini, berkaitan dengan pengaturan perlindungan di bidang penanaman modal asing,
kepada pihak pemerintah Indonesia, investor dan pihak lainnya.
D. Kerangka Konseptual
Guna
memahami maksud yang terkandung dalam penulisan skripsi, perlu diketahui
pengertian berikut ini:
1. Harmonisasi
Harmonisasi
dalam hukum adalah mencakup penyesuaian peraturan perundang-undangan, keputusan
pemerintah, keputusan hakim, sistem hukum dan asas-asas hukum dengan tujuan
peningakatan kesatuan hukum, kepastian hukum, keadilan dan kesebandingan,
kegunaan dan kejelasan hukum, tanpa mengaburkan dan mengorbankan
pluralisme hukum.
Tanpa adanya
harmonisasi sistem hukum, akan memunculkan keadaan tidak dapat menjamin
kepastian hukum yang dapat menimbulkan gangguan dalam kehidupan bermasyarakat,
ketidaktertiban dan rasa tidak dilindungi. Dalam perspektif demikian masalah
kepastian hukum akan dirasakan sebagai kebutuhan yang hanya dapat terwujud
melalui harmonisasi sistem hukum.
2. Modal
Asing
Pengertian
Penanaman Modal Asing pada UU PMA lama, didefinisikan sebagai direct investment. Dalam Undang-undang
No 25 Tahun 2007 modal asing tidak hanya diartikan direct invesment, tetapi juga meliputi pembelian saham (portopolio). Dengan demikian pintu
masuk penanaman modal asing lebih diperluas dalam Undang-undang No 25 Tahun
2007.
3.
Trade-Related
Investment Measures (TRIMs)
TRIMs adalah
perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut atau berkaitan
dengan perdagangan. Kesepakatan TRIMs dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghapus kegiatan perdagangan dan meningkatkan kebebasan kegiatan investasi. TRIMs
merupakan isu baru dalam WTO.
Dalam perjanjian
yang akhirnya disetujui dalam perjanjian Uruguay
Round. Hal pokok yang menjadi hasil perjanjian di bidang TRIMs adalah
penekanan kembali tentang ketentuan GATT yang melarang adanya “local content requirement dan trade
balancing”
Di samping itu
hal-hal yang harus diperhatikan dalam TRIMs antara lain:
1. Para
penandatangan persetujuan (contracting
parties), dalam waktu 90 hari sejak berlakunya persetujuan WTO harus
menotifikasi semua TRIMs yang diterapkan dan dinilai dapat menghambat dan
mengganggu jalannya perdagangan bebas
2. Semua
TRIMs yang telah dinotifikasikan tersebut harus dihapuskan dalam waktu dua
tahun sejak berlakunya Persetujuan WTO bagi negara maju, lima tahun bagi
negara-negara berkembang, dan tujuh tahun bagi Negara-negara berkembang
terbelakang
3. TRIMs
yang penetapannya kurang dari 180 hari sejak berlakunya Persetujuan WTO, tidak
mendapat masa transisi
4. Atas
permintaan sesuatu negara berkembang dan negara berkembang paling terbelakang
dapat meng-ajukan perpanjangan masa transisi atas aspek-aspek TRIMs yang belum
terselesaikan selama masa transi-si, dengan disertai uraian kesulitan-kesulitan
yang di-alami, terutama yang berkaitan dengan masalah perdagangan, neraca
pembayaran dan tingkat kema-juan pembangunan yang sudah dicapai.
5. Suatu
komite TRIMs akan dibentuk, yang bertugas untuk memantau pelaksanaan dari
ke-tentuan-ketentuan Persetujuan ini
6. Dalam
jangka waktu tidak lebih dari lima tahun sejak berlakunya persetujuan WTO, Council for Trade in Goods harus
mengevaluasi pelaksana-an persetujuan ini dan apabila perlu mengajukan usul
perubahan Per-setujuan TRIMs ke pertemuan Tingkat Menteri, termasuk kemungkinan
melengkapinya dengan ketentuan tentang investment
policy and competition policy.
E. Landasan Teori
Para
sarjana mengemukakan beberapa teori untuk menerangkan dasar pengikat
berlakunya hukum internasional di lingkungan masyarakat dunia. Di antara
beberapa teori yang ada adalah:
1. Teori
Hukum Alam (National Law) Menurut para penganut ajaran hukum ini, Hukum
Internasional itu mengikat karena yaitu tidak lain daripada Hukum Alam yang
diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Dengan kata lain negara
terikat pada hukum internasional dalam hubungan antara mereka satu sama lain,
karena hukum intenasional itu merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi
yaitu hukum alam.
Tokohnya antara lain : Hugo Grotius dan Emmerich Vattel.
2. Teori
yang mengatakan bahwa Hukum Internasional tidak lain daripada Hukum Tata Negara
yang mengatur hubungan luar suatu negara. Hukum Internasional bukan sesuatu
yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat di luar kemauan negara.
Tokohnya yaitu Hegel, George Jellineck, dan Zorn.
3. Teori
yang menyandarkan kekuatan mengikat Hukum Internasional pada kemauan bersama.
Hukum Internasional itu mengikat bagi negara, bukan karena kehendak mereka
satu-persatu untuk terikat, melainkan karena adanya suatu kehendak bersama yang
lebih tinggi dari kehendak masing-masing negara untuk tunduk pada Hukum Internasional.
Teori ini disebut juga sebagai “Verein Barung Theory”. Tokohnya yang
terkenal yaitu Triepel.
4. Teori
yang mendasarkan asas Pacta Sunt Servanda
sebagai kaidah dasar Hukum Internasional. Teori ini bertolak dari ajaran
Mahzab Wina yang mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu kaidah dasar,
memang dapat menerangkan secara logis darimana kaidah Hukum Internasional itu
memperoleh kekuatan mengikatnya, tetapi ajaran ini tidak dapat menerangkan
mengapa kaidah dasar itu sendiri mengikat. Tokohnya yaitu Kelsen.
5. Teori
yang berdasarkan kekuatan mengikat Hukum Internasional pada faktor biologis,
sosial, dan sejarah kehidupan manusia yang dinamakan “fakta-fakta
kemasyarakatan”. Menurut teori ini dasar kekuatan mengikat Hukum Internasional
terdapat dalam kenyataan sosial bahwa mengikatnya hukum ini mutlak perlu untuk
dapat terpenuhinya kebutuhan bangsa untuk hidup bermasyarakat. Teori ini
berdasarkan daripada Mahzab Perancis dengan tokoh-tokohnya yaitu, Fauchile,
Scelle, dan Duguit
Faktor pengikat non-mateiil lainnya adalah adanya kesamaan
asas-asas hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini, betapapun berlainan wujudnya
hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu masyarakat
hukum bangsa-bangsa. Asas-asas pokok hukum yang bersamaan ini yang dalam ajaran
mengenai sumber hukum formil dikenal dengan asas-asas hukum umum yang diakui
oleh bangsa-bangsa yang beradab merupakan penjelmaan dari hukum alami (naturrecht).
Dalam penulisan skripsi ini, teori daya mengikat Hukum Internasional
yang digunakan adalah teori yang mendasarkan asas Pacta Sunt Servanda sebagai
kaidah dasar Hukum Internasional. Asas ini tertuang dalam Pasal 26 Konvensi
Wina Tahun 1969 yang menyatakan bahwa setiap perjanjian mengikat para pihak dan
harus dilaksanakan dengan itikad baik.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah:
1. Spesifikasi
Penelitian
Dalam penulisan ini menggunakan spesifikasi
penulisan deskriptif analitis, yaitu
penulisan yang menggambarkan dan menganalisa secara rinci mengenai objek yang
diteliti, dalam hal ini adalah mengenai Harmonisasi
Pengaturan Perdagangan di Bidang Penanaman Modal Asing Ditinjau Dari Trade Related Investment Measures dan
Peraturan Perundangan di Indonesia
2. Tipe
Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian yuridis normatif. Karena penelitian ini adalah
penelitian yang meneliti bahan hukum dengan mempelajari sumber-sumber atau
bahan tertulis berupa buku-buku, artikel, dan jurnal yang berkaitan dengan permasalahan yang
akan diteliti.
3. Pendekatan
yang Digunakan
Metode
pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini antara lain adalah:
a. Metode pendekatan Perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum
yang ditangani”,
yang berkaitan dengan objek penelitian.
b. Metode pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum”
4. Pengumpulan Bahan Hukum
Penelitian ini merupakan penelitian
normatif, maka penelitian ini lebih difokuskan pada penelitian kepustakaan
untuk mengkaji bahan-bahan hukum yang relevan dengan objek penelitian. Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain adalah:
a.
Bahan Hukum Primer
Bahan hukum
primer adalah bahan-bahan hukum yang dijadikan dasar dalam menyusun penulisan
skripsi yang diambil dari kepustakaan, di antaranya:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing The
World Trade Organization
3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing.
4) Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional.
6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
b. Bahan
Hukum Sekunder
Berupa semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi :buku
, kamus hukum, jurnal hukum dan komentar atas putusan pengadilan yang berkaitan
dengan permasalahan (isu hukum) yang penulis teliti dalam proposal skripsi ini.
c. Bahan
Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang akan digunakan
penulis dalam mendukung bahan hukum primer dan sekunder, yakni:
1) Kamus Hukum.
2) Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3) Website dan blog dari internet yang
relevan dengan permasalahan skripsi
5. Analisis
Bahan Hukum
Analisis dilakukan dengan cara:
a. Menilai bahan-bahan hukum yang
berhubungan dengan masalah yang teliti.
b. Mengintepretasikan semua peraturan
perundang-undangan sesuai masalah yang dibahas.
c. Mengevaluasi perundang-undangan yang
berhubungan dengan masalah yang dibahas.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disusun dengan sistematis bab
demi bab. Setiap bab merupakan bagian yang tidak terpisahkan satu sama lain.
Masing-masing bab terbagi dalam sub-sub bab. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah melihat pada bab satu dengan bab lainnya. Adapun sistematika
tersebut adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada
bab ini penulis akan mengemukakan pendahuluan yang memaparkan segala hal yang
akan diuraikan dalam teks. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerang konseptual, metode
penelitian, dan sistematika penulisan skripsi ini.
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
Pada
bab ini, penulis mengemukakan tinjauan umum tentang penanaman modal di Indonesia, peraturan penanaman
modal di Indonesia, dan relevansi Konvensi mengenai penanaman modal asing
dengan peraturan yang ada di Indonesia.
BAB III PEMBAHASAN
Bab
ini merupakan bab inti yang berupa pembahasan dari permasalahan. Membahas
mengenai Harmonisasi Pengaturan
Perdagangan di Bidang Penanaman Modal Asing Ditinjau Dari Trade Related Investment Measures dan Peraturan Perundangan Di
Indonesia.
BAB
IV PENUTUP
Bab
ini merupakan akhir dari penulisan skripsi ini. Pada bab IV ini Penulis akan mengemukakan
kesimpulan yang didapat dari penelitian, kemudian berdasarkan hal tersebut
penulis memberikan saran yang nantinya berkemungkinan dapat memberikan
sumbangan terhadap hukum di Indonesia.
Ahmad Yulianto, Peranan
Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam
Kegiatan Investasi,
Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, 2003, hlm.39.
Ridwan Khairandy,Peranan
Perusahaan Penanaman Modal Asing Joint Venture dalam Ahli Teknologi di
Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, 2003 hlm.51.
Yulianto Syahyu,Pertumbuhan
Investasi Asing Di Kepulauan Batam: Antara Dualisme
Kepem impinan dan Ketidakpastian Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 5, 2003, hlm.13.
Mochtar Kusumaatmadja, Indonesia Dan Perkembangan Hukum Laut Dewasa Ini Jakarta,Departemen
Luar Negeri, Badan Penelitian dan Pengembangan Masalah Luar Negeri, 1977, hlm.
33.