Sumber foto: https://www.pinterest.com/pin/630715122785302617/
25 Januari 2019
Jum’at yang mendung.
Dingin dan kelam,
membuatku malas beranjak dari kasur.
Sayangnya mahkluk terikat sepertiku bisa apa?
Mengawali semua
dengan diam adalah kunci hati menjadi kelabu sepanjang hari.
Entah karena alunan
Gibb bersaudara sudah menemani telingaku di pagi hari.
I started a joke
which started the whole world crying
But I didn't see
that the joke was on me oh no
I started to cry
which started the whole world laughing
Oh If I'd only seen
that the joke was on me
Sial sial sial, aku benci
menjadi melankolis.
Membuatku seperti
anak tanggung saja.
Pagi, dingin, tanpa
kehadiran matahari memang kombinasi tersukses membuatku lelah.
Lelah hati.
Aku jadi bernostalgia
ke sesuatu yang sudah seharusnya kulupakan sejak lama.
Aku pun mulai
memikirkan sesuatu yang . . . ah tidak penting.
Kupikir masa
pencarian akan berakhir setelah masa S1-ku selesai.
Ternyata argumentasi
hoax belaka.
Mencari, mencari,
mencari, terus saja menjadi agendaku.
Apa sih sebenarnya
yang kucari?
Kenapa aku
mencarinya?
Pertanyaan-pertanyaan
itu kian menggangguku.
Mereka seperti terus
meronta untuk mendapat jawaban dariku.
Hey, aku juga tidak
mengerti.
Bukankah aku hanya
boneka yang digerakan takdir.
Aku bisa apa?
Kelak aku akan
sepaham dengan bait lagu “Bunga”
“Lelah melepuh kau akan memvonis diriku salah
Karena kucari dan kurasa takkan menghasilkan apa-apa.”
Sebenarnya aku lelah.
Lelah karena harus
menjalani skenario yang tidak membuatku bahagia.
Aku ingin menyerah.
Mulai abai dengan
semua kata mereka.
Aku ingin mengejar
kebahagiaanku sendiri.
Aku ingin merdeka.
Tapi aku bisa apa
hah?
Apa artinya aku bahagia
jika semua orang sedih.
Jika Bapak dan Ibuku
kecewa.
Jika Adik-adikku menangis
karena keegoisanku.
Ah aku memang tidak
bisa apa-apa.