Kamis, 07 Juni 2018

Dibentak-bentak di Depan Umum itu Pedih Banget Bosqu




Foto: Hello Sehat
Selama saya kuliah dulu, banyak banget kisah kasihnya. Ada yang manis, banyak yang pahit. Dan yang saya kisahkan ini adalah pengalaman paling buruk no 1 yang membuat saya males kuliah.
Momen traumatik itu berjudul "Dimarahi dan Dibentak-bentak di Depan Umum".
Jadi saya mengalami pengalaman penuh luka ini dua periode. Kejadian pertama, saya "mendapat nasehat" seorang dosen saat semester awal. Faktor utamanya sih emang salah saya, cuma ya nggak sepenuhnya *ngeles wqwq.
Tempat kejadian perkara di ruang dosen, ketika jam istirahat tiba. Jadi sudah pasti kalo banyak dosen-dosen yang menyaksikan. Saat itu mereka melihat saya dengan pandangan entahlah.
Saya cuma bisa mengheningkan cipta, nelangsa. Ketakutan saya; baru semester awal saya sudah dicap sebagai mahasiswi bermasalah.Untung saja sang dosen masih berbaik hati memaafkan saya, sehingga masalah ini tidak makin berlarut. Kalau tiada maaf, sudahlah tamatl riwayat saya.  
Kejadian kedua ini yang paling buruk dari segala yang terburuk. Saya dimarahi dan dibentak-bentak oleh Mbak office girl. Ya Allah pedihnya. Ini terjadi di akhir tahun 2016.
Sebabnya karena saya salah, dia juga salah. Salah komunikasi juga. Saya dibentak-bentaknya di student center, tempat mahasiswa duduk untuk mengakses wifi.
Kondisinya ramai. Jadi ketika si Mbak mulai marah semua mata langsung tertuju pada kami. Apalagi si Mbak ini suaranya melengking, jadi ya gitu lah.
Saat itu perasaan saya amburadul tidak karuan. Jengkel, kecewa, marah, kesal, malu yang paling  mendominasi. Kalau kalian pernah melihat video labrakan, ya kayak itu. Untung aja dulu nggak yang midioin, kan malu kalau sempat viral.
Jujur saja saya sangat kecewa dengan si Mbak. Sebagai yang lebih tua, ketika saya salah seharusnya saya diajak ngobrol berdua dan dinasehati. Nasehat sebagai Kakak ke Adik, atau Ibu ke anak. Saya nggak bandel amat anaknya, kalau dinasehati dengan baik saya bisa menerima.
Cuma ya si Mbaknya memilih meledak dan menuangkan amarahnya di depan umum.
Saat dibentak-bentak saya berkali-kali mengucapkan maaf, tapi tidak digubris (namanya juga marah). Ketika ada yang bertanya kenapa dia marah, maka dia langsung menunjuk saya dan melontar kata yang membuat saya kian tersudut. Ealah makin hancur reputasi saya~.
Nelangsa banget rasanya. Seumur-umur saya belum pernah dimarahin orangtua di depan umum. Lah ini? Apa mungkin karena saya kurang bersedekah ya. Makanya langsung dikasih azab atau cobaan yang amat njeleni ini.
Selepas kejadian itu, hubungan saya dengan si Mbak memburuk total. Biasanya saling sapa, menjadi seperti orang tak kenal. Pernah waktu itu saya terpaksa berurusan dengan dia, sayanya udah biasa aja eh dianya masih judes parah.
Yowislah.
Kalau ditanya apakah saya sudah memaafkan dia (walau dia nggak minta maaf sih). Ya saya sudah memaafkan, tapi tidak akan pernah bisa melupakan. Dimaki depan umum itu pedih bosqu.
Finally, saya percaya banget kuliah itu proses mendewasakan diri. Dari kejadian itu saya mengoreksi banyak hal. Saya harus lebih prosedural, tahu syarat dan ketentuan yang berlaku, berpikir dulu sebelum bertindak.
Yang paling penting, karena saya tahu gimana rasanya dibentak-bentak di depan umum, saya tidak akan melakukannya ke orang lain.
Dibentak-bentak di depan umum itu tidak senikmat diketjup Lee Min Ho Bosqu.

NB: Saya tidak pernah menceritakan kejadian ini kepada orangtua. Well, ortu mana yang kuat melihat anaknya dibentak-bentak di depan umum. Si Mbak itu pun mungkin akan pedih tak berhingga jika anak-anaknya dibentak orang lain di depan umum.

Ada yang Baru loh Gaesss

Pada Suatu Sore

Tulisan Paling Eksis